Karya: Fahrurrozi Rais
Kami tidak dilahirkan dari rahim ibu berpendidikan, tidak dibesarkan oleh bapak yang kaya raya, hanya terlahir sebagai yatim piatu, kemudian fakir dan menjadi gelandangan di sudut jalan.
Berapa lama lagi umur kami? jika dihitung dari sisa makanan yang kami miliki sekarang...
Ke mana manusia-manusia berhati malaikat kini?
Butuh berapa banyak air mata lagi yang harus kami curahkan, agar banyak orang mau peduli pada kami...
Harus sekeras apa suara kami, agar banyak orang sudi mendengar keluh kesah kami...
Berapa lembaran cerita lagi mesti kami tulis, agar orang mau membaca kisah pilu kami...
Berapa lama lagi kami harus sabar menunggu bantuan sosok yang tulus mengulurkan tangannya serta memeluk erat tubuh kotor kami...
Dan mesti sampai kapan menanti mereka membuat rencana untuk menyelamatkan kami dari takdir menjadi gelandangan di muka bumi ini...
Begitu sering kami berebut makanan
sesering itu pula ada yang terkapar
perut lapar liar tidak kenal sabar
jika kuat menang, lemah pasti kalah
Di sini kami benar-benar kedinginan
melawan sentuhan kasar udara malam
berbalut hangatan karung dan kardus
di hamparan tanah tanpa tikar
Bila hujan, kami tidur dalam genangan air
Bila cerah, kami tidur bersama nyamuk
Bila tak bisa tidur kami menangis sedih
Lirih berdoa tengadah menatap langit
Betapa dekat kami dengan kematian
hingga nyaris tiada pembatas apapun
tinggal menghela nafas terakhir saja
kami pun pulang tanpa penghormatan