Tak dapat dimungkiri, sebagai manusia biasa awam, kita tak luput dari namanya melakukan dosa serta khilaf. Entah berupa lisan, tulisan maupun tindakan sikap kurang baik kepada Tuhan maupun sesama manusia yang selalu sulit dihindari. Tetapi, meski demikian, tentu Allah nan maha penyayang masih membuka pintu maaf kepada siapa saja yang ingin sungguh-sungguh serius memohon ampun bertaubat. Di bawah ini saya menulis renungan berjudul, "Menangis Di Depan Pintu Taubat" yang menceritakan ungkapan puisi seorang pendosa yang taubat setelah merenungi serta mengingat dosa-dosanya yang telah berlalu.
~~~~
Menelusuri jejak perangai yang telah hilang ditelan putaran masa,
segenap yang tersembunyi tersibak bentangkan saksi catatan berdebu nan kusam.
Tergemap, enggan percaya...
perlahan desah nafas getarkan nadi
kegetiran menyergap debar jantung
gelisahnya merempuh-rempuh batin.
Buku jari dingin pudar gemetar
sekejap mengunci bibir
hingga undang derai air mata
'tuk mengalir deras tak terbendung.
Kini, gelimang pilu lesu di sudut sanubari
mengepal sesal aral terjal menjagal
murung merenung terkurung bingung
menolak, walau sekadar berbisik...
hanya diam membisu seribu bahasa
sebab mau tak mau
harus menanggung beban kotoran dosa
yang kelak akan jadi saksi di akhirat
untuk menjadi penghuni kekal neraka.
Sungguh....
betapa kotornya debu dalam diri
teramat jauh dari cahaya surga nan suci
sulit kembali seperti sediakala
Namun, kendati demikian
di separuh usia dan sisa-sisa hela nafas
rasanya aku belum terlambat
dan semoga saja pintu langit masih terbuka untukku
agar bisa kupohonkan do'a bersama tetesan air mata
kepadaMu Ya Rabb yang Maha Perkasa.
Bukalah pintu taubat untukku
Terimalah taubatku Ya Allah
apalah daya hambaMu ini
tiada siapapun mampu menghapus dosa-dosaku
selain Engkau Yang Maha Pengampun...Aamiin.
Puisi Tema Buah-buahan Segar
Salam hormat pembaca,
Kali ini admin akan membagikan puisi tema tentang buah-buahan yang dirangkum secara singkat. Apa sobat suka makan buah? Kalau suka kakak kasih puisinya biar semakin rajin dan senang memakan buah. Karena, selain nikmat dan segar, buah-buahan pun mengandung banyak zat vitamin yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh kita. Berikut kumpulan puisinya.
* Mangga
Ranum menempel di antara ranting melentik
Bersembunyi di balik celah dedaunan cantik
Dekat kupandang, lidah makin tidak berkutik
Masak kulitnya, pertanda sudah bisa kupetik
Manis arumanis lain lagi buah si manalagi
Madu legit golek molek pakel bacang kweni
Musim mangga datang dipanen para petani
Enak rasanya kuingin memakannya kembali.
* Salak
Duri tajam bagai sedang melindungimu
Sisik kulit keras membungkus buahmu
Sakit.... jari tanganku terkena durinya
Berdarah.... terluka tertusuk cukup dalam
Salak, esok akan kubawa tongkat kayu
untuk mengeluarkanmu dari belenggu tangkaimu.
* Jeruk
Lahir dari keluarga bermarga citrus
Limau panggilannya sering disebut
Segar diminum sarimu saat beta haus
Sejukan dahaga keringat sampai surut
Jeruk purut nipis lemon keprok santang
Jenis siam bali mandarin limau gedang
Jemput di pohon kalau buahnya matang
Jelas makan dagingnya kulitnya dibuang.
* Pantun Buah-buahan
Belimbing stroberi kelapa namnam
Peria pisang kiwi cermai pir nangka
Bergeming sendiri menyapa malam
Ceria hilang kini berderai air mata
Delima ceri durian enau mentimun
Manggis duku tomat cempedak nanas
Dilema hati sendirian risau melamun
Menangis cintaku tamat tidak terbalas
Kokosan apel melon naga bengkuang
Apokat cokelat labu waluh ceplukan
Perasaan kesel belon juga berkurang
Cepat mendekat aku butuh pelukan
Oh ketela, aku tak rela
Oh anggur, hatiku nganggur
Oh markisa, batinku tersiksa
Oh Semangka, sungguh tak menyangkaOh kedondong, tolong diriku dong.
Puisi Rindu Almarhum Ibu Yang Telah Tiada
Sebenarnya puisi sedih tentang almarhum bunda meninggal dunia ini sudah cukup lama, yaitu dibuat tahun 2011, saya hanya ingin menyimpan di blog saja. Semoga bermanfaat dan bisa jadi bahan renungan bagi siapa saja yang masih punya orang tua agar semakin berbakti kepada mereka, terutama pada sosok ummi. Karena, jika mereka telah tiada, mungkin kita akan kurang mendapatkan kasih sayang, nasihat serta belaiannya.
Judul: Rindu Ibu
Penulis: Fahrurrozi RaisIbu...
Jangan menangis untukku, Bu,
Meskipun tidak dapat melihatmu,
Aku di sini melihat air matamu dan sering mengingatmu.
Jika sudah waktunya bagiku menutup mata,
di atas kendaraan terakhir adalah tempat di mana aku berbaring terpejam, aku akan memegang tangan dan menatap sembari berbisik di telinga Ibu.
“... jika ibu sedih hari ini, ingat aku di sini, Allah membawaku pulang."
Kita tahu sesungguhnya ini adalah yang paling nyata.
Meskipun kini tempat kita berbeda, kita tidak akan pernah berpisah, karena ibu akan tetap menjadi ibuku selamanya.
Untuk live streamingnya, silahkan di bawah ini...
Judul: Rindu Ibu
Penulis: Fahrurrozi RaisIbu...
Jangan menangis untukku, Bu,
Meskipun tidak dapat melihatmu,
Aku di sini melihat air matamu dan sering mengingatmu.
Jika sudah waktunya bagiku menutup mata,
di atas kendaraan terakhir adalah tempat di mana aku berbaring terpejam, aku akan memegang tangan dan menatap sembari berbisik di telinga Ibu.
“... jika ibu sedih hari ini, ingat aku di sini, Allah membawaku pulang."
Kita tahu sesungguhnya ini adalah yang paling nyata.
Meskipun kini tempat kita berbeda, kita tidak akan pernah berpisah, karena ibu akan tetap menjadi ibuku selamanya.
Untuk live streamingnya, silahkan di bawah ini...
Penghuni Pondok Jerami
Suatu ketika di sebuah tempat terdapat rumah-rumah dari tumpukan rajutan sisa panen tanaman padi nan tampak sederhana, terdapat sekelumit kisah yang jarang banyak diketahui orang-orang. Entah terabaikan, diabaikan atau memang tak begitu penting untuk dibahas. Tapi, pastinya! mereka sama seperti kita, yaitu manusia biasa yang punya keluhan atas rumitnya kehidupan yang selalu menuntut kebutuhan setiap harinya. Hmmm... baiklah, berikut sedikit cerita Penghuni Pondok Jerami.
~
Pondok Jerami...
Itulah nama tempatnya
Terbuat dari tumpukkan jerami kering
Tanpa pasir yang diambil dari gunung
Hingga gunungnya menjadi hancur
Tanpa kayu yang diambil dari hutan
Hingga hutannya menjadi gundul
Pokoknya, tanpa dan tanpa lainnya
Hanya dari jerami sisa panen juragan padi.
Di Pondok Jerami...
Sewaktu kering kerontang
Embus angin berdebu menampar wajah
hingga mata merah berkedip perih.
Sewaktu musim penghujan
Tajamnya gerimis menusuk atap
hingga tembus lantainya mirip taman air.
Di Pondok Jerami...
Siangnya puasa malam baru buka
Malamnya puasa siangnya dilanjut puasa
Setiap hari hampir selalu puasa
Bukan hanya di bulan puasa saja.
Di Pondok Jerami...
Tidak pernah demo kenaikan harga BBM
Karena tidak ada yang punya kendaraan.
Tidak jua ribut kenaikan tarif listrik
Karena tidak ada yang pasang listrik.
Tidak ada yang ribut mahalnya harga daging
Karena teramat biasa makan umbi-umbian.
Warga Pondok Jerami...
Hanya menyambung hidup dengan senyum
Dan melanjutkan hidup di balik putus asa
Putus asa akan harapan datangnya mereka
Mereka yang tangannya masih terbuka
Mereka yang telinganya masih mendengar
Mereka yang hidungnya masih mencium
Mereka yang matanya masih melihat
Mereka yang hatinya masih punya rasa
Rasa iba untuk menolong mereka!!!
~
Pondok Jerami...
Itulah nama tempatnya
Terbuat dari tumpukkan jerami kering
Tanpa pasir yang diambil dari gunung
Hingga gunungnya menjadi hancur
Tanpa kayu yang diambil dari hutan
Hingga hutannya menjadi gundul
Pokoknya, tanpa dan tanpa lainnya
Hanya dari jerami sisa panen juragan padi.
Di Pondok Jerami...
Sewaktu kering kerontang
Embus angin berdebu menampar wajah
hingga mata merah berkedip perih.
Sewaktu musim penghujan
Tajamnya gerimis menusuk atap
hingga tembus lantainya mirip taman air.
Di Pondok Jerami...
Siangnya puasa malam baru buka
Malamnya puasa siangnya dilanjut puasa
Setiap hari hampir selalu puasa
Bukan hanya di bulan puasa saja.
Di Pondok Jerami...
Tidak pernah demo kenaikan harga BBM
Karena tidak ada yang punya kendaraan.
Tidak jua ribut kenaikan tarif listrik
Karena tidak ada yang pasang listrik.
Tidak ada yang ribut mahalnya harga daging
Karena teramat biasa makan umbi-umbian.
Warga Pondok Jerami...
Hanya menyambung hidup dengan senyum
Dan melanjutkan hidup di balik putus asa
Putus asa akan harapan datangnya mereka
Mereka yang tangannya masih terbuka
Mereka yang telinganya masih mendengar
Mereka yang hidungnya masih mencium
Mereka yang matanya masih melihat
Mereka yang hatinya masih punya rasa
Rasa iba untuk menolong mereka!!!
Puisi Ratapan Sedih Anak Jalanan
Seringkali kita merasa iba dan turut prihatin saat melihat anak jalanan yang berjuang keras mencari sesuap nasi dari recehan di depan lampu merah, apalagi jika mereka masih tergolong di bawah umur, yang mana semestinya mendapat pendidikan di sekolah, namun malah jadi tulang punggung kehidupannya sendiri tanpa bantuan sosok orang tua. "Yaaa... mau bagaimana lagi, inilah kami, dan seperti inilah jalan hidup kami, jalan hidup kami tak sebaik jalan hidup kalian," begitulah kata mereka. Di bawah ini saya menulis syair puisi sedih tentang ratapan hati anak jalanan seorang kakak pada sang adik (bersaudara) yang hidupnya bergantung dari hasil mengais rezeki mengemis di pinggir trotoar.
Judul: Oh Adikku
Penulis: Fahrurrozi Rais
Oh adikku...
Jangan menghayal untuk bahagia
Walaupun hanya sekadar bercanda
Sungguh tak berhak apalagi tertawa
Ingat! kita makan dari tetes air mata.
Sekarang...
Coba lihatlah para burung di sana
Berdiri kokoh di atas kabel baja
Tidak pernah takut bertaruh nyawa
Itulah contoh perjuangan sempurna.
Oh adikku...
Tidur di emperan diburu penjaga
Mau ke musola dikunci pintunya
Koran bekas bagaikan teman setia
Kolong jembatan masih terbuka.
Sekarang...
Jangan pernah salahkan mereka
Jangan melawan nanti bisa dihina
Jangan merasa masih punya do'a
Jangan juga bertanya mengapa.
Oh adikku...
Kau tahu letak hati di mana
Betul dalam sangkar rusuk dada
Di situ perasaan manusia berada
Meski kadang ada pula yang buta.
Sekarang...
Buanglah jauh semua cita-cita
Lupakan segenap asa dalam dada
Sekolah itu mimpi-mimpi belaka
Kalau terwujud keajaiban namanya
Oh adikku...
Kakak tidak sedang merangkai kata
Apalagi membuai manusia dengan cinta
Angkat tanganmu di tepi trotoar segera
Kedip lampu stopan menemanimu di sana.
Sekarang...
Maafkan kakak seandainya memaksa
Jangan lupa hidup harus selalu berusaha
Jangan takut peluklah kakak saat ini juga
Inilah suratan takdir yang tercipta bagi kita.
Judul: Oh Adikku
Penulis: Fahrurrozi Rais
Oh adikku...
Jangan menghayal untuk bahagia
Walaupun hanya sekadar bercanda
Sungguh tak berhak apalagi tertawa
Ingat! kita makan dari tetes air mata.
Sekarang...
Coba lihatlah para burung di sana
Berdiri kokoh di atas kabel baja
Tidak pernah takut bertaruh nyawa
Itulah contoh perjuangan sempurna.
Oh adikku...
Tidur di emperan diburu penjaga
Mau ke musola dikunci pintunya
Koran bekas bagaikan teman setia
Kolong jembatan masih terbuka.
Sekarang...
Jangan pernah salahkan mereka
Jangan melawan nanti bisa dihina
Jangan merasa masih punya do'a
Jangan juga bertanya mengapa.
Oh adikku...
Kau tahu letak hati di mana
Betul dalam sangkar rusuk dada
Di situ perasaan manusia berada
Meski kadang ada pula yang buta.
Sekarang...
Buanglah jauh semua cita-cita
Lupakan segenap asa dalam dada
Sekolah itu mimpi-mimpi belaka
Kalau terwujud keajaiban namanya
Oh adikku...
Kakak tidak sedang merangkai kata
Apalagi membuai manusia dengan cinta
Angkat tanganmu di tepi trotoar segera
Kedip lampu stopan menemanimu di sana.
Sekarang...
Maafkan kakak seandainya memaksa
Jangan lupa hidup harus selalu berusaha
Jangan takut peluklah kakak saat ini juga
Inilah suratan takdir yang tercipta bagi kita.
Puisi Anak-anak Lembah
Puisi ini menceritakan anak-anak lembah yang hidup jauh dari keramaian kota.
Judul: Anak Lembah
Penulis: Fahrurrozi Rais
Seperti mentari di balik bukit senja
Merah sinarnya berputar terbenam
Redam siulan burung-burung manis
Hening membalut angin berbisik
Seketika senyap irama mayapada
Menyambut dingin udara berembus
Semak belukar duri beranjak samar
Tenggelam ditelan bayang malam.
Dan anak-anak lembah berlarian
Tergesa menyusuri jalan setapak
Di bawah hitung mundur menuju gulita
Memeluk erat ubi jalar pegunungan.
Maka bintang pun berkedip di langit
Mereka dekati perapian dengan mata lebar
Menanti santapan matang dengan sabar
Demi tenangkan perut yang selalu gelisah.
Judul: Anak Lembah
Penulis: Fahrurrozi Rais
Seperti mentari di balik bukit senja
Merah sinarnya berputar terbenam
Redam siulan burung-burung manis
Hening membalut angin berbisik
Seketika senyap irama mayapada
Menyambut dingin udara berembus
Semak belukar duri beranjak samar
Tenggelam ditelan bayang malam.
Dan anak-anak lembah berlarian
Tergesa menyusuri jalan setapak
Di bawah hitung mundur menuju gulita
Memeluk erat ubi jalar pegunungan.
Maka bintang pun berkedip di langit
Mereka dekati perapian dengan mata lebar
Menanti santapan matang dengan sabar
Demi tenangkan perut yang selalu gelisah.
Langganan:
Postingan (Atom)